17 Maret, 2012

Cerita Dibalik Pembuatan KTP Maroko

Refleksi Dari Sebuah Tulisan Sederhana

Hampir sebulan yang lalu saya telah menulis sebuah artikel yang berjudul “Masalah Itu Manis”, yang kemudian saya post pada note Facebook dan saya kirim kesalah satu e-mail media islami online. Artikel itu ternyata baru dimuat sekitar seminggu  yang lalu, dan Alhamdulillah sempat menjadi artikel populer pekan itu (masih nampang di situs sebagai artikel populer pilihan pembaca). Semoga tulisan sederhana itu bisa menginspirasi banyak orang yang membacanya.

Tulisan sederhana itu sebenarnya adalah bentuk refleksi dari masalah yang sedang saya hadapi semenjak awal bulan kedua kedatangan saya di Maroko ini. Yakni awal bulan November 2011 yang lalu, dan sampai sekarang masalah itu belum hengkang dari hadapan saya. Sayapun belum bisa konsentrasi belajar dibuatnya.

Untuk sekedar menghibur diri, saya coba merangkai beberapa kata dan memadukannya menjadi beberapa kaliamat sederhana; sehingga tulisan yang sangat  sederhana itu  lahir.  Yang kemudian saya beri judul “Masalah Itu Manis”. Iya. Saya ingin mereguk manisnya masalah yang sedang saya hadapi ini, yang sebenarnya belum seberapa jika kita bandingkan dengan masalah-masalah yang sedang dihadapi orang lain di luar sana, jauh lebih ekstrim dibanding masalah saya sekarang.

Jika banyak kawan-kawan penulis yang bercerita panjang lebar tentang keajaiban menulis, berdasarkan pengalaman mereka masing-masing. Maka, saya baru bisa bercerita secuil dari keajaiban-keajaiban itu, yang sama sekali belum layak disebut penulis.

Sebenarnya, banyak hikmah atau terapi yang saya rasakan ketika proses menulis berlangsung, dari menentukan tema sampai siap dipublikasikan kepada pembaca. Tapi agar tulisan ini tidak terlalu panjang lebar membahas tentang terapi menulis, maka saya cukupkan pada satu bentuk terapi yang saya rasakan selama ini saja. Mungkin lain waktu saya bisa bercerita panjang lebar tentang hal ini lebih jauh lagi, berdasarkan  pengalaman pribadi itu. Kerena saat ini saya ingin fokus kepada satu tema saja. Tema itu tentang masalah yang saya hadapi sekarang.

Berangkat dari judul artikel diatas “Masalah Itu Manis” sangking manisnya masalah itu, saya ingin mereguknya sampai tetes terakhir, tidak akan saya biarkan setetespun tumpah ke tanah. Saya ingin berusaha menikmati masalah itu. Kerena pasti banyak hikmah disana, yang saat ini belum saya cicipi semuanya.

Menulis adalah sebuah terapi, itu kata para penulis ulung yang menagajari saya dalam setiap tulisan-tulisan mereka, dan memang itu telah yang saya rasakan sebagai penulis pemula amatiran ini. Sebuah terapi bagi jiwa saya yang merupakan objek dalam tulisan-tulisan sederhana itu.

Hal itu kerena mayoritas, bahkan bisa dikatakan semua clotehan sederhana yang pernah lahir dari keisengan saya itu berasas dari sebuah niat untuk berbagi, sebagai cambuk pemecut bagi diri sendiri,  dan sebagai media renungan dan nasehat bagi jiwa pribadi.

Awal Mula Masalah Itu

Kembali ke topik, yakni tentang masalah yang sedang saya hadapi sekarang ini, yang lumayan pelik juga menurut saya, kerena masalah ini telah terbit sejak awal November yang lalu, dan sampai sekarang masih gentayangan menemani hari-hari kuliah saya. Masalah itu belum selesai sampai sekarang. Masalah itu ialah pembuatan Bithaqoh iqomah (Surat perpanjangan masa tinggal di Maroko), kartu tanda penduduk (KTP) kalau di Tanah Air.

Seperti mana yang telah diketahui oleh sebahagian kita, bahwa warga Negara Indonesia bebas visa selama tiga bulan jika datang berkunjung ke negeri Maroko ini. Hal ini merupakan bentuk penghargaan dari kerajaan Maroko atas jasa sang proklamator kita, presiden  Soekarno tempo dulu.

Bagi para mahasiswa yang belajar di Maroko, tentu mereka membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menyelasaikan studi mereka. Oleh kerena itu, sudah pasti harus mendapatkan surat izin tinggal setelah masa tiga bulan berlalu, dan itulah yang sedang saya lakukan sekarang.

Namun pembuatan KTP disini ternyata tidak semudah di Tanah Air, paling tidak itu yang telah saya rasakan, dan saya berani berasumsi  bahwa berokrasi di Maroko sangat tidak sistematis, tidak efesien, alias sangat rumit. Terlepas bahwa asumsi saya ini sepihak atau tidak. Tapi itulah kenyataan di lapangan yang saya temui.

Persyaratan pembuatan KTP bagi mahasiswa disini membuutuhkan beberapa surat-surat penting. Yakni, surat bukti memdapatkan beasiswa dari kerajaan Maroko (syahadah minhah) bagi yang mendapat beasiswa kerajaan, surat bukti terdaftar di kampus tempat studi (syahadah tasjil), surat akad (perjanjian) sewa rumah tempat tinggal selama di Maroko (aqad kiro), dan beberapa lembar photocopy paspor. Semua surat-surat dokumen ini harus dilegalisir bermaterai masing-masing sebanyak tiga lembar.

Awal permasalahan yang saya hadapi dalam pembuatan KTP ini adalah surat akad sewa rumah yang sangat sulit saya dapatkan dari pemiliknya. Pihak rumah beralasan bahwa mereka telah memberikan kami sewa rendah dari yang biasa. Oleh kerena itu,  mereka tidak mau membayar potongan sewa yang rendah itu  kepada pihak berwajib jika membuatkan saya surat akad. Kerena jika mereka membuatkan saya surat akad  itu, sudah pasti mereka akan dapat potongan dari polisi setiap bulan. Intinya mereka tidak mau rugi untuk kedua kalinya.

Selain itu, yang mungkin dijadikan alasan kedua kenapa pemilik rumah enggan memberi saya surat akad adalah bahwa kawan-kawan Malaysia yang saya tinggal satu rumah dengan mereka saat ini, sebelumnya tidak memerlukan surat itu. Kerena mereka dapat rekomendasi langsung dari kedutaan mereka di kota Rabat. Inilah permulaan masalah itu.

Agar tulisan ini tidak terlalu panjang lebar, dan agar pembaca tidak bosan dibuatnya. Mungkin saya hanya mencantumkan poin-poin penting saja dalam cerita pembuatan KTP Maroko yang banyak menuai  masalah dan bertubi-tubi ini, tanpa mau mengerucut sedikit saja keujung titik terang penyelesaian.

Baiklah, kita lanjutkan saja. Setelah saya tahu bahwa pihak pemilik rumah (flat) tidak berkenan memberikan saya surat akad sewa rumah, yang merupakan persyaratan penting dalam proses pembuatan KTP. Akhirnya saya dengan ditemani oleh saudara ketua perhimpunan pelajar Indonesia (PPI) Maroko berinisiatif untuk mendatangi pihak KBRI di ibu kota Rabat. Upaya ini kami lakukan agar pihak kedutaan bersedia memberi rekomendasi (syahadah suknah) atas tempat tinggal saya selama studi di Maghriby ini, seperti mana yang dilakukan pihak kedutaan Malaysia kepada teman-teman saya dari Negeri Jiran itu. Namun akhirnya kamipun pulang dengan tangan hampa. Kerena pihak kedutaan belum bersedia memberi surat rekomendasi tersebut. Mungkin pihak KBRI punya alasan kuat atas ini, yang sampai sekarang saya belum terlalu paham, apa alasan itu.

Setelah meminta rekomendasi dari pihak KBRI tidak berhasil, saudara ketua mengusulkan kepada saya untuk membuat pernyataan sendiri, yang kemudian beliau kirim file pernyataan berbahsa Arab itu melaui email saya. Tugas saya selanjutnya adalah meminta photocopy pemilik rumah sebagai penguat pernyataan yang akan saya ajukan kepada pihak Muqatha’ah (lembaga pengesahan dokumen-dokumen penting) sebelum surat-surat itu diserahkan ke kepolisian. Walaupun pada awalnya pemilik rumah merasa keberatan memberikan photocopy KTP pribadinya. Namun, akhirnya setelah diberi pengertian dan menunggu beberapa hari, photocopy itupun sampai ke tangan saya. Tapi sayang, surat pernyataan pribadi itupun ditolak pihak muqatha’ah.

Setelah penolakan itu, sayapun sempat bingung, apa lagi yang harus saya lakukan untuk mendapatkan surat akad itu. Meminta bantuan tetangga agar mau memberi saya surat akad (walau saya tidak tinggal bersama mereka), tidak ada jawaban pasti. Meminta bantuan teman-teman Maroko di kampus untuk mencari rumah sewaan barupun tak ada kabar keberhasilan.

Ditengah kebingungan itu, tahunpun berganti. Kini saya berada diakhir bulan Januari 2012. Ujian di depan mata. Demi menghadapi ujian, saya biarkan masalah KTP vakum sesaat. Paling tidak sampai akhir ujian nanti saya lanjutkan kembali.

Singkat cerita, ujian semester pertamapun berlalu, walau dengan nilai pas-pasan. Tapi Alhamdulillah bisa lulus. Liburan musim dingin saya nikmati. Saya biarkan masalah KTP lenyap dari pikiran untuk sementara. Padahal saya telah terlambat beberapa bulan. Status saya sekarang adalah imigran ilegal. Belum mengantongi surat izin tinggal secara resmi. setelah masa free tiga bulan itu berlalu.

Setelah liburan berakhir, dan jadwal kampus sudah mulai aktif. Saya kembali berkunjung ke pemilik rumah untuk menyampaikan permasalahan saya yang belum selesai. Ini kunjungan saya yang ketiga ke rumah mereka, dan semoga yang terakhir dalam kasus ini. Dengan negosiasi yang cukup lama, mereka akhirnya berbaik hati untuk membantu saya. Walau bukan akad sewa rumah yang mereka berikan. Hanya kertas  bukti pembayaran sewa saja. Itupun baru akhir Februari kemarin sampai ke tangan saya. Tapi, Alhamdulillah berarti masalah surat sewa ini berakhir. Tinggal mendapatkan pengesahan pihak Muqatha’ah.

Setelah hampir total enam kali bolak-balik  kepihak muqatha’ah saya lakukan. Dimulai dari pertengahan novembar hingga awal maret kemaren, Alhamdulillah surat-surat penting itu resmi mendapat pengesahan, dan siap diajukan ke pihak kepolisian untuk proses selanjutnya.

Titik Terang atau Malah Masalah Selanjutnya?

Ternyata masalah tidak berakhir sampai disitu. Di kepolisian, saya kembali menemui masalah baru. Ini tidak lain kerena keterlambatan itu. Sayapun kemudian diminta membuat surat alasan keterlambatan. Dalam kepenatan, saya kembali mendatangi pihak kemahasiswaan di kampus, agar mereka mau membuatkan saya surat pernyataan bahwa keterlambatan saya melapor ke polisi untuk pembuatan KTP kerena konsentrasi dalam ujian (alasan sebenarnya bukan itu, tapi si surat akad  itulah biang keladinya). Walau pihak kampus pada awalnya keberatan, namun akhirnya surat pernyataan itu mereka buatkan juga.

Beberapa hari selanjutnya, sesuai hari yang dijanjikan saya kembali ke kantor kepolisian untuk menyerahkan surat alasan keterlambatan itu. Sambil berharap masalah ini berakhir dan KTP siap selesai.

Namun ternyata harapan saya kaku, dan inilah  kemudian yang membuat saya tidak ragu-ragu memvonis bahwa berokrasi di maroko, khususnya di kepolisian sangat tidak efesien dan sistematis alias kacau balau. Bagaimana tidak, ternyata saya masih disuruh datang kesana beberapa hari kemudian dengan memberikan materai seharga seratus dirham.

Kamis pagi kemaren, adalah yang ketiga kalinya saya ke kantor polisi untuk menyerahkan materai seharga seratus dirham itu, setelah memberikan materai, saya disuruh menandatangani empat lembar surat yang saya tak mengerti surat apa sebenarnya itu. Kerena berbahasa perancis tulen. Sayapun disuruh datang kesana selasa depan, tanggal 20 nanti. Tanpa kabar bahwa KTP itu akan segera selasai. Jadi sampai tulisan ini antum baca, KTP itu masih mengawang-awang. Tidak jelas kapan akan selesai. Sedangkan biaya yang telah saya keluarkan, bisa ditaksir sudah mencapai 500 DH banyaknya. Sungguh pembuatan KTP yang sanggat mahal. Apalagi ternyata KTP yang sudah selesai harus diperbaharui setiap tahunnya.

Sepenggal Doa Yang Ku Pinta

Itulah sepucuk cerita dibalik pembuatan KTP yang saya alami, dan sampai sekarang masih dalam proses penyelesaiaan. Lumayan pegal saya dibuatnya. Seolah Allah ingin agar saya menikmati pesan-pesan yang pernah saya tulis dalam beberapa artikel sebelumnya. Salah satunya adalah yang bertajuk “masalah itu manis.” Itulah yang saya maksud, bahwa tulisan itu adalah sebuah terapi. Disaat saya dirundung masalah seperti ini, atau bahkan lebih besar dari ini. Saya bisa memantapkan hati dengan tulisan yang pernah saya tulis itu. Ketika saya merasa lelah dan mulai mengeluh, tulisan itu adalah penghiburnya, asupan suplemen yang akan selalu menyegarkan jiwa saya. Itulah yang saya maksud, bahwa tulisan yang pernah kita tulis adalah renungan bahkan nasehat untuk pribadi.

Tulisan panjang lebar inipun saya niatkan untuk menghibur diri yang dalam penantian akan selesainya KTP keramat itu. Melaui catatan ini, saya juga berharap teman-teman yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menatap coretan ini, agar bersedia membantu saya dengan beberapa patah kalimat doa. Agar masalah ini cepat berakhir, dan saya bisa fokus kembali dalam mengemban amanah  besar ini. Kerena doa adalah senjata kita bagi kaum muslimin, dan saya sangat yakin dengan kekuatan doa yang lahir dari jiwa-jiwa antum yang mukhlisin.

Wahai tuhan kami, mudahkan segala masalah kami, masalah kedua orang tua kami,dan masalah kaum muslimin di muka bumi ini. Dengan segala Rahman dan RahimMu yaa Allah yaa rabbal ‘alamiin,,,,,!

Maroko, 17 Maret 2012.