20 Oktober, 2012

Jangan Menyerah Kawan


kenapa secepat itu kita menyerah
bukankah selama tarikan nafas masih terasa
selama itu juga kesempatan
akan selalu ada
ketika kita menyerah
ketika itulah kita menemukan
kekalahan terbesar dalam hidup kita
jangan menyerah kawan,,,,!

Dia & Aku

Dimana dia,,,!
Dia dimana,,,!
Itulah dia,,,!
Ada, tak terdetiksi indra
Ada, melalui tanda, makhluk, dunia fana
Itulah dia, ada,,,!


Aku, siapa aku...?
Aku adalah aku...
Aku hanyalah aku...
Aku, antara keangkuhan dan kerendahan...
Terkadang itulah, aku...!

Hidup


langit terkembang membawa tanda
bumi terhampar membawa cerita
gunung menjulang memberi makna
keagungan tuhan yang esa.

Jangan silau oleh zaman
kerena dia semu dan permainan
dunia kau terlena
akhirat kau sengsara.

Banyak sejarah yang kau lalui
Banyak makna yang kau temui
Hidup adalah perjalanan
Rangkaian cerita menuju tuhan.

05 Oktober, 2012

Empat Musim di Bumi Seribu Benteng

Deru mesin Toyota hitam memecah kesunyian malam yang pekat.  Hujan lebat di luar sana membasahi jalanan yang bias oleh lampu depan beberapa kendaraan yang melaju kencang. Sekencang nyayian hujan yang menyapa Bumi malam itu. Alunan musik sahdu mendayu,  menemani perjalanan si Anak Dusun menuju ibu kota provinsi, Pekanbaru.

Jalanan aspal berpagar pohon-pohon kelapa sawit rindang menambah pekatnya malam. Si Anak Dusun duduk di jok belakang sendirian. Karena seorang kawan yang menemaninya memilih duduk  disamping sang Sopir.

Ditengah perjalanan malam itu, kenangan rindu sanak keluarga yang baru ia tinggalkan duabelas jam yang lalu membesuk jiwanya. Kehadiran sketsa wajah sang Ibu yang pias oleh air mata saat ia sungkem memohon restu untuk kepergiannya tak mampu ia tepis. Sang Ayah yang seolah tampak tegar walau dalam kebekuan. Wajah lugu adik-adiknya yang mungkin belum tau arti sebuah perpisahan dalam kepergian. Wajah sang Nenek tercinta yang mulai mengeriput menyandang usia. Serta handai taulan yang ikut melepas kepergiannya pagi itu juga ikut hadir dalam mimpi sadarnya.

Dalam lamunan, ia berucap lirih “ Sungguh diri ini tak ingin jauh dari kalian. Tak ingin terpisah terlalu lama dengan kalian. Namun apa boleh buat, takdir perjalananku berkata lain. Takdir itu menuntutku  pergi jauh meninggalkan kalian. Tak ada yang bisa kulakukan untuk kalian saat ini. Selain secarik do’a pada Yang Kuasa. Agar Ia berkenan mempertemukan kita kembali dalam kehangatan keluarga yang utuh. Semoga perantauanku ini takkan lama. Karena sungguh aku selalu merindukan kalian. Semoga do’a dan restu kalian selalu mengiringi perjalanan ini.”

Pagi itu, Selasa, 27 September 2011. Ia melambaikan tangan perpisahan kepada keluarga, dan kawan-kawan sepermainannya. Ia kembali meninggalkan Kampung Halaman untuk yang kedua kalinya. Perantauannya kali ini tak hanya menyeberangi pulau seperti empat tahun  silam ketika di Negeri Hujan. Ranah rantau kali ini menyeberangi Benua kawan. Jauh diseberang sana. Satu pertiga dunia akan ia jelajahi.

Setelah sekitar delapan jam perjalanan, kini ia telah sampai di ibu kota provinsi. Malam itu ia menginap di Miss Inhil, tempat khusus bagi warga Indragiri Hilir di ibu kota.

Setelah berada dua hari di Pekanbaru. Kamis sore, 29 September 2011. Dengan mengunakan Sriwijaya Air, ia terbang menyeberangi pulau menuju Jakarta.  Satu pesawat dengan rombongan Bapak Menteri Olahraga Andi Mallarangeng, Bapak Gubernur, Bapak Bupati, serta puluhan pejabat Negara Wartawan yang telah selesai menghadiri pembukaan Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) ke-XI di Riau.

Hiruk pikuk malam di Bandara International Soekarno-Hatta yang juga diguyur hujan saat itu, kembali menyambut kedatangannya di ibu kota Jakarta untuk kesekian kalinya. Setelah negosiasi dengan beberapa Sopir Taxi, akhirnya ia meluncur menuju jalan Jend. Sudirman, Jakarta pusat. Tempat dimana ia akan menginap untuk beberapa hari, sebelum melakukan perjalanan jauh selanjutnya menuju Negeri Matahari Terbenam, Maroko.

Sebelum terbang menuju tanah kelahiran sang pengembara dunia Ibnu Bathuthah itu, ia menyempatkan diri untuk silaturrahmi berkunjung ke Almamater tercintanya, Pesantren Modern Daarul ‘Uluum Lido Bogor. Ia bertandang ke rumah guru-gurunya, meminta do’a restu serta nasihat kepada mereka. Salah satu gurunya yang juga merupakan alumni Maroko, sekaligus mantan ketua PPI Maroko masa bakti 1992-1994 berpesan kepadanya, agar ia selalu bersama dengan niat awalnya ke Maroko. Karena Negeri kelahiran Ibnu Bathuthah itu sangat dekat dengan Eropa, maka sudah pasti pergaulan anak mudanya juga condong mengikuti trend orang-orang Barat.

Setelah beberapa hari berada di pesantren, ia kembali ke Jakarta. Karena besok sore adalah waktu keberangkatannya ke Maroko. Barang-barang sudah ia tata rapi di Koper besar ukuran 26 Inch. Tinggal beberapa barang lainnya yang belum ia beli.

Keesokan harinya (Selasa, 4 Oktober 2011). Sesuai instruksi dari petugas Kemenag. Tepat pukul 14.00 siang. Ia meninggalkan tempat penginapannya menuju Bandara International Soekarno-Hatta terminal 2. Keberangkatan luar negeri.

Sekitar satu jam kemudian, ia sampai di Bandara. Ternyata semua teman-temannya yang berjumlah 12 orang, telah bersiap-siap merapikan koper serta barang-barang lainnya untuk segera dibagasikan. Proses pendataan serta pengecekan barang memakan waktu sekitar satu setengah jam. Setelah barang-barang selesai dibagasikan, ia beserta teman-temannya  segera check in dan bergegas menuju waiting room. Beberapa menit menunggu di ruang tunggu keberangkatan, petugas memberi isyarat agar para penumpang segera memasuki pesawat. Merekapun  bersegera masuk pesawat sambil mengecek nomor kursi masing-masing. Ternyata mereka duduk tidak saling berjauhan. Si Anak Dusun duduk di kursi nomor 41F. disebelah kanannya seorang pemuda Arab tersenyum sambil mengucap salam kepadanya.

Satu jam setelah Boarding. ketika cuaca sekitar Bandara Soetta mulai gelap, karena sang surya mulai meredup, kembali keperaduannya. Tepat pukul 18.00 WIB, Pesawat Qatar Airways dengan nomor penerbangan QR 673 lepas landas  meninggalkan Tanah Air. Bertolak dari Jakarta, Soekarno-Hatta International Airport (CGK) menuju Doha, Qatar International Airport (DOH).

Berbarengan dengan deru mesin pesawat menembus angkasa. Sayup-sayup suara Ibu Pertiwi bergema diantara deretan-deratan kabin pesawat. “Selamat jalan putra-putriku, selamat berjuang di negeri orang, kalian duta-duta Bangsa, jagalah selalu nama baik Ibu Pertiwimu. Harumkan nama kami dengan prestasi-prestasi kalian. Jangan pulang sebelum kalian sanggup merubah Indonesia menjadi lebih baik”. Sayup-sayup suara itu menghilang ditelan oleh kegelapan malam, dibawa terbang  oleh angin malam. Si Anak Dusun termangu antara sedih dan bahagia. Sedih karena entah kapan ia akan kembali ke tanah air. Bahagia karena asanya diijabah oleh Yang Kuasa.

Perjalanan dari Jakarta-Doha sekitar delapan jam. Tepat pukul 22.00 waktu Doha, pesawat mendarat di Doha, Qatar International Airport. Mereka akan transit selama tiga jam di Doha, dan akan melanjutkan perjalanan pada pukul 01.00 dini hari waktu setempat.

Suasana malam hari di Bandara Doha ternyata sangat ramai sekali. Mereka melangkah masuk mengikuti rombongan yang akan transit untuk perjalanan selanjutnya. Di Waiting Room mereka istirahat sejenak. Ada beberapa yang memilih untuk tidur. Ada juga yang sibuk dengan laptop masing-masing. Sedangkan si Anak Dusun menyibukkan diri dengan kamera ponselnya. Mengabadikan momen luar biasa itu dalam setiap jepretannya.

Doha International Airport
Suasana di waiting room
Setelah sekitar tiga jam di ruang tunggu. Akhirnya ada pemberitahuan dari pengeras suara  bahwa bagi yang meneruskan perjalanan menuju Casablanca dipersilahkan untuk boarding. Ketika Gate sudah dibuka untuk Boarding, mereka dipindahkan ke ruangan sementara tempat nantinya menunggu bus yang akan membawa mereka dari terminal transfer menuju pesawat. Sekitar tiga puluh menit. Mereka dan penumpang lainnya dihantar untuk transfer pesawat. Jarak tempuh dari terminal transfer ke pesawat memakan waktu sekitar 20 menit. Saat masuk Bus menuju Pesawat, entah kenapa si Anak Dusun terpisah dari kawan-kawannya. Ternyata ketika dia memasuki Bus yang pertama, teman-temanya dibelakang tidak jadi masuk, karena Bus pertama sudah penuh. Jadilah ia dan satu temannya yang menuju pesawat terlebih dahulu.

Sesampai di pesawat, ia langsung mengecek tempat duduk. Setelah menemukan nomor Gate 12-seat 16B, ia langsung merapikan barang-barang. Sekali lagi ia terpisah dari rombongan teman-temannya. Ia duduk urutan depan sendirian, dan teman samping kirinya adalah si pemuda arab yang ketika dari Jakarta-Doha duduk di sebelah kanannya. Sebuah kebetulan yang menyenangkan. Karena paling tidak ia bisa yang memperaktikkan dan mengetahui kualitas Bahasa Arabnya. Yang selama ini ia pelajari di Pondok sebelum sampai di Maroko.

Berdasarkan pemberitahuan sebelum pesawat lepas landas yang terlihat di monitor. Tertera  bahwa penerbangan dari Doha ke Casablanca akan memakan waktu kurang lebih tujuh jam. Dan akan transit selama satu jam di Tunis sebelum akhirnya pesawat Qatar Airways dengan No. penerbangan QR 550 mendarat di Casablanca-Mohammed V International Airport (CMN).

Setelah melakukan perjalanan pesawat sekitar 19 jam, pesawat Qatar Airways-QR 550, sempurna mendarat di Mohammed V International Airport, Casablanca. Sekitar pukul 08.30 pagi waktu Maroko. Kemudian Si Anak Dusun dan kawan-kawannya langsung menuju tempat pengambilan barang Bagasi. Setelah semua dengan koper masing-masing, mereka mantap melangkahkan kaki keluar Bandara. Udara segar pertengahan musim gugur menyambut 13 Duta-duta Bangsa. Matahari cerah bersih yang menyiram Bumi Maghribi dengan sinarnya saat itu tak berdaya oleh musim. Sengatan cahaya tak memberi arti. Udara sejuk tetap menusuk pori-pori kulit. “Sungguh awal yang menakjubkan” gumam si Anak Dusun ketika itu.

Suasana sekitar Bandara Mohammed V satu tahun yang lalu
Tepat tanggal 5 Oktober 2011. Cerita baru di Bumi Seribu Benteng mulai mereka goreskan di Buku Harian masing-masing. Memulai cerita dalam perjalanan menggapai cita-cita. Bercengkrama dengan musim-musim yang ada di Maroko. Mengadaptasikan diri dengan kondisi lingkungan baru. Yang sangat jauh berbeda dengan culture yang ada di Tanah Air. Mengeja tiap-tiap kata Darrijah demi hubungan yang lebih baik dengan penduduk setempat. Memulai karir di Kampus masing-masing. Tanpa kenal lelah dan putus asa.

Kini 13 putra-putri  Bangsa itu telah genap satu tahun meninggalkan Tanah Air. Genap empat musim di Bumi Seribu Benteng. Beberapa bulan kemudian dua kawan datang menyusul mereka. Maka genaplah mereka dengan jumlah 15 orang. 

Apa yang telah mereka dapatkan selama satu tahun  ngampus  di Maghribi. Jawabannya ada pada diri mereka masing-masing. Yang jelas, mereka tahu apa yang harus dilakukan selama di perantauan. Karena mereka masing-masing bergerak dengan cita-cita suci. Menjadi insan yang bermanfaat untuk banyak orang. Siap mengabdi untuk Agama, Nusa, dan Bangsa.

Duta-duta Bangsa
Selamat melanjutkan perjalanan kawan. Selamat berjuang dengan niat awal kalian datang ke Negeri ini. Baca kembali cita-citamu. Raba kembali mimpi-mimpi kalian di tembok-tempok Kampus masing-masing. Ingat, mereka yang telah kembali ke Tanah Air dengan menyandang gelar Lc, MA, bahkan Doktor. Itu semua adalah bukti bahwa kita juga mampu seperti mereka. Karena apa yang bisa dilakukan oleh orang lain di muka bumi ini, merupakan bukti paling autentik bahwa kita juga bisa melakukannya. Karena kita dengan mereka sama. Yang membedakan adalah niat dan kegigihan masing-masing. Itu saja. Sekalai lagi selamat meneruskan perjalanan. Teuslah melangkah. Jangan berhenti tanpa mengenggam kesuksesan. Allahu Musta’an.