Deru
mesin Toyota hitam memecah kesunyian malam yang pekat. Hujan lebat di luar sana membasahi jalanan
yang bias oleh lampu depan beberapa kendaraan yang melaju kencang. Sekencang nyayian
hujan yang menyapa Bumi malam itu. Alunan musik sahdu mendayu, menemani perjalanan si Anak Dusun menuju
ibu kota provinsi, Pekanbaru.
Jalanan
aspal berpagar pohon-pohon kelapa sawit rindang menambah pekatnya malam. Si
Anak Dusun duduk di jok belakang sendirian. Karena seorang kawan yang
menemaninya memilih duduk disamping sang
Sopir.
Ditengah
perjalanan malam itu, kenangan rindu sanak keluarga yang baru ia tinggalkan
duabelas jam yang lalu membesuk jiwanya. Kehadiran sketsa wajah sang Ibu yang
pias oleh air mata saat ia sungkem memohon restu untuk kepergiannya tak
mampu ia tepis. Sang Ayah yang seolah tampak tegar walau dalam kebekuan. Wajah lugu
adik-adiknya yang mungkin belum tau arti sebuah perpisahan dalam kepergian.
Wajah sang Nenek tercinta yang mulai mengeriput menyandang usia. Serta handai
taulan yang ikut melepas kepergiannya pagi itu juga ikut hadir dalam mimpi
sadarnya.
Dalam
lamunan, ia berucap lirih “ Sungguh diri ini tak ingin jauh dari kalian. Tak
ingin terpisah terlalu lama dengan kalian. Namun apa boleh buat, takdir perjalananku
berkata lain. Takdir itu menuntutku
pergi jauh meninggalkan kalian. Tak ada yang bisa kulakukan untuk kalian
saat ini. Selain secarik do’a pada Yang Kuasa. Agar Ia berkenan mempertemukan
kita kembali dalam kehangatan keluarga yang utuh. Semoga perantauanku ini takkan
lama. Karena sungguh aku selalu merindukan kalian. Semoga do’a dan restu kalian
selalu mengiringi perjalanan ini.”
Pagi
itu, Selasa, 27 September 2011. Ia melambaikan tangan perpisahan kepada
keluarga, dan kawan-kawan sepermainannya. Ia kembali meninggalkan Kampung
Halaman untuk yang kedua kalinya. Perantauannya kali ini tak hanya menyeberangi
pulau seperti empat tahun silam ketika
di Negeri Hujan. Ranah rantau kali ini menyeberangi Benua kawan. Jauh
diseberang sana. Satu pertiga dunia akan ia jelajahi.
Setelah
sekitar delapan jam perjalanan, kini ia telah sampai di ibu kota provinsi.
Malam itu ia menginap di Miss Inhil, tempat khusus bagi warga Indragiri Hilir
di ibu kota.
Setelah
berada dua hari di Pekanbaru. Kamis sore, 29 September 2011. Dengan mengunakan
Sriwijaya Air, ia terbang menyeberangi pulau menuju
Jakarta. Satu pesawat dengan rombongan
Bapak Menteri Olahraga Andi Mallarangeng, Bapak Gubernur, Bapak Bupati, serta
puluhan pejabat Negara Wartawan yang telah selesai menghadiri pembukaan Pekan
Olahraga Pelajar Nasional (Popnas) ke-XI di Riau.
Hiruk
pikuk malam di Bandara International Soekarno-Hatta yang juga diguyur hujan
saat itu, kembali menyambut kedatangannya di ibu kota Jakarta untuk kesekian
kalinya. Setelah negosiasi dengan beberapa Sopir Taxi, akhirnya ia meluncur
menuju jalan Jend. Sudirman, Jakarta pusat. Tempat dimana ia akan menginap
untuk beberapa hari, sebelum melakukan perjalanan jauh selanjutnya menuju
Negeri Matahari Terbenam, Maroko.
Sebelum
terbang menuju tanah kelahiran sang pengembara dunia Ibnu Bathuthah itu, ia
menyempatkan diri untuk silaturrahmi berkunjung ke Almamater tercintanya, Pesantren Modern Daarul ‘Uluum Lido Bogor. Ia
bertandang ke rumah guru-gurunya, meminta do’a restu serta nasihat kepada
mereka. Salah satu gurunya yang juga merupakan alumni Maroko, sekaligus mantan
ketua PPI Maroko masa bakti 1992-1994 berpesan kepadanya, agar ia selalu bersama
dengan niat awalnya ke Maroko. Karena Negeri kelahiran Ibnu Bathuthah itu
sangat dekat dengan Eropa, maka sudah pasti pergaulan anak mudanya juga condong
mengikuti trend orang-orang Barat.
Setelah
beberapa hari berada di pesantren, ia kembali ke Jakarta. Karena besok sore
adalah waktu keberangkatannya ke Maroko. Barang-barang sudah ia tata rapi di
Koper besar ukuran 26 Inch. Tinggal beberapa barang lainnya yang belum ia beli.
Keesokan
harinya (Selasa, 4 Oktober 2011). Sesuai instruksi dari petugas Kemenag. Tepat
pukul 14.00 siang. Ia meninggalkan tempat penginapannya menuju Bandara
International Soekarno-Hatta terminal 2. Keberangkatan luar negeri.
Sekitar
satu jam kemudian, ia sampai di Bandara. Ternyata semua teman-temannya yang
berjumlah 12 orang, telah bersiap-siap merapikan koper serta barang-barang
lainnya untuk segera dibagasikan. Proses pendataan serta pengecekan barang
memakan waktu sekitar satu setengah jam. Setelah barang-barang selesai
dibagasikan, ia beserta teman-temannya
segera check in dan bergegas menuju waiting room. Beberapa
menit menunggu di ruang tunggu keberangkatan, petugas memberi isyarat agar para
penumpang segera memasuki pesawat. Merekapun bersegera masuk pesawat sambil mengecek nomor
kursi masing-masing. Ternyata mereka duduk tidak saling berjauhan. Si Anak
Dusun duduk di kursi nomor 41F. disebelah kanannya seorang pemuda Arab
tersenyum sambil mengucap salam kepadanya.
Satu
jam setelah Boarding. ketika cuaca sekitar Bandara Soetta mulai gelap,
karena sang surya mulai meredup, kembali keperaduannya. Tepat pukul 18.00 WIB,
Pesawat Qatar Airways dengan nomor penerbangan QR 673 lepas landas meninggalkan Tanah Air. Bertolak dari
Jakarta, Soekarno-Hatta International Airport (CGK) menuju Doha, Qatar
International Airport (DOH).
Berbarengan
dengan deru mesin pesawat menembus angkasa. Sayup-sayup suara Ibu Pertiwi
bergema diantara deretan-deratan kabin pesawat. “Selamat jalan putra-putriku,
selamat berjuang di negeri orang, kalian duta-duta Bangsa, jagalah selalu nama
baik Ibu Pertiwimu. Harumkan nama kami dengan prestasi-prestasi kalian. Jangan
pulang sebelum kalian sanggup merubah Indonesia menjadi lebih baik”.
Sayup-sayup suara itu menghilang ditelan oleh kegelapan malam, dibawa
terbang oleh angin malam. Si Anak
Dusun termangu antara sedih dan bahagia. Sedih karena entah kapan ia akan
kembali ke tanah air. Bahagia karena asanya diijabah oleh Yang Kuasa.
Perjalanan
dari Jakarta-Doha sekitar delapan jam. Tepat pukul 22.00 waktu Doha, pesawat
mendarat di Doha, Qatar International Airport. Mereka akan transit selama tiga
jam di Doha, dan akan melanjutkan perjalanan pada pukul 01.00 dini hari waktu
setempat.
Suasana
malam hari di Bandara Doha ternyata sangat ramai sekali. Mereka melangkah masuk
mengikuti rombongan yang akan transit untuk perjalanan selanjutnya. Di Waiting
Room mereka istirahat sejenak. Ada beberapa yang memilih untuk tidur. Ada juga
yang sibuk dengan laptop masing-masing. Sedangkan si Anak Dusun menyibukkan
diri dengan kamera ponselnya. Mengabadikan momen luar biasa itu dalam setiap
jepretannya.
Doha International Airport |
Suasana di waiting room |
Setelah
sekitar tiga jam di ruang tunggu. Akhirnya ada pemberitahuan dari pengeras
suara bahwa bagi yang meneruskan
perjalanan menuju Casablanca dipersilahkan untuk boarding. Ketika Gate sudah
dibuka untuk Boarding, mereka dipindahkan ke ruangan sementara tempat
nantinya menunggu bus yang akan membawa mereka dari terminal transfer menuju pesawat.
Sekitar tiga puluh menit. Mereka dan penumpang lainnya dihantar untuk transfer
pesawat. Jarak tempuh dari terminal transfer ke pesawat memakan waktu sekitar
20 menit. Saat masuk Bus menuju Pesawat, entah kenapa si Anak Dusun terpisah
dari kawan-kawannya. Ternyata ketika dia memasuki Bus yang pertama,
teman-temanya dibelakang tidak jadi masuk, karena Bus pertama sudah penuh.
Jadilah ia dan satu temannya yang menuju pesawat terlebih dahulu.
Sesampai
di pesawat, ia langsung mengecek tempat duduk. Setelah menemukan nomor Gate
12-seat 16B, ia langsung merapikan barang-barang. Sekali lagi ia terpisah dari
rombongan teman-temannya. Ia duduk urutan depan sendirian, dan teman samping
kirinya adalah si pemuda arab yang ketika dari Jakarta-Doha duduk di sebelah
kanannya. Sebuah kebetulan yang menyenangkan. Karena paling tidak ia bisa yang
memperaktikkan dan mengetahui kualitas Bahasa Arabnya. Yang selama ini ia
pelajari di Pondok sebelum sampai di Maroko.
Berdasarkan
pemberitahuan sebelum pesawat lepas landas yang terlihat di monitor. Tertera bahwa penerbangan dari Doha ke Casablanca akan
memakan waktu kurang lebih tujuh jam. Dan akan transit selama satu jam di Tunis
sebelum akhirnya pesawat Qatar Airways dengan No. penerbangan QR 550 mendarat
di Casablanca-Mohammed V International Airport (CMN).
Setelah
melakukan perjalanan pesawat sekitar 19 jam, pesawat Qatar Airways-QR 550,
sempurna mendarat di Mohammed V International Airport, Casablanca. Sekitar pukul
08.30 pagi waktu Maroko. Kemudian Si Anak Dusun dan kawan-kawannya
langsung menuju tempat pengambilan barang Bagasi. Setelah semua dengan koper
masing-masing, mereka mantap melangkahkan kaki keluar Bandara. Udara segar
pertengahan musim gugur menyambut 13 Duta-duta Bangsa. Matahari cerah bersih yang
menyiram Bumi Maghribi dengan sinarnya saat itu tak berdaya oleh musim. Sengatan
cahaya tak memberi arti. Udara sejuk tetap menusuk pori-pori kulit. “Sungguh awal
yang menakjubkan” gumam si Anak Dusun ketika itu.
Suasana sekitar Bandara Mohammed V satu tahun yang lalu |
Tepat
tanggal 5 Oktober 2011. Cerita baru di Bumi Seribu Benteng mulai mereka goreskan
di Buku Harian masing-masing. Memulai cerita dalam perjalanan menggapai
cita-cita. Bercengkrama dengan musim-musim yang ada di Maroko. Mengadaptasikan diri
dengan kondisi lingkungan baru. Yang sangat jauh berbeda dengan culture yang
ada di Tanah Air. Mengeja tiap-tiap kata Darrijah demi hubungan yang
lebih baik dengan penduduk setempat. Memulai karir di Kampus masing-masing.
Tanpa kenal lelah dan putus asa.
Kini
13 putra-putri Bangsa itu telah genap
satu tahun meninggalkan Tanah Air. Genap empat musim di Bumi Seribu Benteng. Beberapa
bulan kemudian dua kawan datang menyusul mereka. Maka genaplah mereka dengan
jumlah 15 orang.
Apa yang
telah mereka dapatkan selama satu tahun ngampus
di Maghribi. Jawabannya ada pada
diri mereka masing-masing. Yang jelas, mereka tahu apa yang harus dilakukan
selama di perantauan. Karena mereka masing-masing bergerak dengan cita-cita
suci. Menjadi insan yang bermanfaat untuk banyak orang. Siap mengabdi untuk Agama,
Nusa, dan Bangsa.
Duta-duta Bangsa |
Selamat
melanjutkan perjalanan kawan. Selamat berjuang dengan niat awal kalian datang
ke Negeri ini. Baca kembali cita-citamu. Raba kembali mimpi-mimpi kalian di
tembok-tempok Kampus masing-masing. Ingat, mereka yang telah kembali ke Tanah Air
dengan menyandang gelar Lc, MA, bahkan Doktor. Itu semua adalah bukti bahwa
kita juga mampu seperti mereka. Karena apa yang bisa dilakukan oleh orang lain
di muka bumi ini, merupakan bukti paling autentik bahwa kita juga bisa
melakukannya. Karena kita dengan mereka sama. Yang membedakan adalah niat dan
kegigihan masing-masing. Itu saja. Sekalai lagi selamat meneruskan perjalanan. Teuslah
melangkah. Jangan berhenti tanpa mengenggam kesuksesan. Allahu Musta’an.
0 komentar:
Posting Komentar
kritik dan saran yang konstruktif selalu kami tunggu dari para pembaca yang budiman,,,,,!!!