Oleh: Herdiansyah AmranKhutbah Pertama
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ؛ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ؛ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ؛ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ اللهُ أَكبرُ ، الله ُأَكْبَرُ ولِله الحمدُ.
الله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ، لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ.
الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِياَفَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّالله ُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّراطِ المُسْتَقِيْمِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Allah Maha Besar, yang telah menentukan bilangan hari berpuasa dan berbuka. Allah Maha Besar, yang telah menjadikan satu syawal hari kemenangan bagi yang berpuasa. Allah Maha Besar, yang telah memperhitungkan bilangan takbir dan tahlil di pagi hari raya.
Allah Maha Besar, yang telah menciptakan manusia sesempurna penciptaan. Allah Maha Besar, yang telah menganugerahi manusia akal dan nafsu. Allah Maha Besar, yang telah memberikan petunjuk wahyu kepada manusia.
Allah Maha Besar, yang telah menurunkan hukum-hukum syari'at kepada manusia. Allah Maha Besar yang telah menjadikan hukum-hukum syari'at tersebut penuh hikmah dan tujuan. Allah Maha Besar, yang menghendaki penerapan syari'at-Nya agar manusia bahagia Dunia dan Akhirat.
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah.
Hadirin jama'ah shalat idul fitri yang berbahagia,
Di senandung pagi nan cerah penuh kebahagiaan dan kegembiraan ini, dengan nuansa penuh makna kemenangan ini. Marilah kita agungkan nama Allah SWT, dengan memperbanyak takbir, tahmid, tahlil dan tasbih, sebagaimana dikehendaki dalam firmanNya:
وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu supaya kamu bersyukur” (Qs. Al Baqarah:185)
Rasulullah SAW bersabda:
زَيِّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْر
Artinya: "Hiasilah hari rayamu dengan takbir"
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT sedangkan selain Allah semuanya kecil semata. Kalimat tasbih dan tahmid, kita tujukan untuk mensucikan Tuhan dan segenap yang berhubungan dengan-Nya.
Allahu Akbar (3x), Wa lillahil hamd,
Hadirin jama'ah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Dalam perspektif teori Maqashid Syari'ah, disepakati bahwa Syariat (aturan – aturan hukum) Allah SWT yang dibebankan kepada manusia mengandung tujuan atau maqashid tertentu. Inti utama maqashid hukum tersebut (secara universal) adalah agar terciptanya kemaslahatan (kebaikan) hidup manusia di Dunia dan Akhirat.
Kemaslahatan manusia takkan tercapai kecuali dengan menjalankan aturan-aturan Allah SWT tersebut. Sedangkan tak mungkin seorang manusia bisa maksimal menjalankan aturan Tuhannya kecuali dengan melepaskan diri dari belenggu hawa nafsunya. Maka dalam hal ini aturan-aturan hukum Allah SWT (secara parsial) juga berfungsi untuk melepaskan manusia dari belenggu hawa nafsunya.
Hakikat manusia diciptakan adalah sebagai hamba yang tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah SWT secara sukarela, bukan hamba yang tunduk dan patuh kepada hawa nafsunya.
Hal ini tertuang dalam beberapa ayat-ayat suci Al-Qur'an yang berbunyi:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
Artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku" (Qs. Az-Zariyat: 56)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ٢١
Artinya: "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa" (Qs. Al-Baqarah: 21)
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗۖئًا... ٣٦
Artinya: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun" (Qs. An-Nisa: 36)
Jama'ah shalat idul fitri yang berbahagia,
Manusia tidak boleh menyalahi maqashid penciptaan (penghambaan). Oleh karena itu, syariat melarang manusia menyalahi segala perintah dan larangan Allah SWT.
Allah Swt mencela manusia yang berpaling dari-Nya. Hal ini bisa kita saksikan dari berbagai sangsi yang diberikan jika manusia melanggar aturan-aturan-Nya, baik sangsi di Dunia maupun di Akhirat.
Allah SWT mengklaim manusia yang mengikuti bujuk rayu hawa nafsu dan syahwatnya, adalah mereka yang menyalahi maqashid penciptaan. Beberapa ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang hal ini sebagai berikut:
يَٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلۡنَٰكَ خَلِيفَةٗ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱحۡكُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلۡهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ... ٢٦
Artinya: "Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (Qs. Sad: 26)
فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْۚ ١٣٥
Artinya: "Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran" (Qs. An-Nisa:135)
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ ٤
Artinya: "Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (Qs. An – Najm)
أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ... ٢٣
Artinya: "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?" (Qs. Al Jatsiyah)
وَلَوِ ٱتَّبَعَ ٱلۡحَقُّ أَهۡوَآءَهُمۡ لَفَسَدَتِ ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهِنَّۚ بَلۡ أَتَيۡنَٰهُم بِذِكۡرِهِمۡ فَهُمۡ عَن ذِكۡرِهِم مُّعۡرِضُونَ ٧١
Artinya: "Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu" (Qs. Al Mu'minun: 71)
...أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ طَبَعَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ وَٱتَّبَعُوٓاْ أَهۡوَآءَهُمۡ ١٦
Artinya: "Mereka itulah orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa nafsu mereka" (Qs. Muhammad: 16)
أَفَمَن كَانَ عَلَىٰ بَيِّنَةٖ مِّن رَّبِّهِۦ كَمَن زُيِّنَ لَهُۥ سُوٓءُ عَمَلِهِۦ وَٱتَّبَعُوٓاْ أَهۡوَآءَهُم ١٤
Artinya: "Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (shaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya" (Qs. Muhammad: 14)
Jama'ah shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Kata-kata" الهوى " atau "Hawa Nafsu" pada ayat-ayat diatas semuanya berkonotasi negatif. Hawa nafsu merupakan sumber segala kerusakan alam semesta, ia dapat memperbudak manusia, dan penyebab tergelincirnya manusia dari jalan Allah SWT.
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhu berkata: " Allah SWT tidak menyebut "hawa nafsu" (الهوى) di dalam Al-Qur'an, kecuali Ia mencelanya".
Dengan demikian, manusia dihadapkan kepada dua pilihan, Syari'at Allah SWT (Wahyu) dan Hawa nafsu atau syahwat. Tunduk dan patuh kepada Allah SWT, atau tunduk dan patuh kepada hawa nafsunya. Tunduk dan patuh kepada Allah SWT itu yang diminta. Sedangkan, tunduk dan patuh kepada hawa nafsu itu yang dicela.
Hal ini, karena wahyu dan hawa nafsu adalah dua elemen yang kontradiktif. Jika wahyu adalah kebenaran dari Allah SWT, maka hawa nafsu adalah musuh dari kebenaran tersebut. Jika mengikuti wahyu adalah mengikuti jalan kebenaran, maka mengikuti hawa nafsu adalah mengikuti jalan kesesatan.
Allahu Akbar (3x), Wa lillahil hamd,
Ma'asyiral mu'minin wal mu'minat rahimakumullah,
Allah SWT pencipta kita adalah zat yang Maha Tahu. Ia tahu apa yang kita butuhkan agar kebahagiaan dunia dan akhirat dapat kita raih. Ia tahu bahwa tanpa tuntunan-Nya kita takkan sampai kepada-Nya. Ia tahu, tanpa tuntunan-Nya manusia akan terlena oleh bujuk rayu hawa nafsu dan syahwat.
Oleh karena itu, Ia buatkan aturan-aturan hidup bagi kita manusia. Aturan berupa perintah untuk dikerjakan. Aturan berupa larangan untuk ditinggalkan.
Aturan-aturan hidup tersebut, takkan pernah luput dari tujuan-tujuan diatas, yakni kemaslahatan kita di Dunia dan Akhirat, serta terbebas dari jebakan hawa nafsu.
Salah satu perintah Allah SWT yang baru saja kita laksanakan, ialah perintah berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan.
Perintah puasa merupakan salah satu media yang disediakan Allah SWT untuk melatih kita agar terlepas dari belenggu hawa nafsu. Dengan puasa kita dilatih untuk mengendalikan syahwat makan, minum, berhubungan suami istri, dan syahwat-syahwat lain yang dapat membatalkan puasa, mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.
Dengan lapar dan dahaga hawa nafsu akan mudah untuk dikendalikan. Sebaliknya, kenyang akan menyebabkan nafsu semakin menggelora.
Kata Nabi SAW:
" إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِى مِنِ ابْنِ آَدَمَ مَجْرَى الدَّمِ"
Artinya: "Sesungguhnya setan masuk (mengalir) ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya"
وقيل:زاد بعض الرواة: فَضَيِّقُوْا مَجَاِريَهُ ِبالْجُوْعِ
Diriwayatkan bahwa sebagian para rawi menambahkan: "maka sempitkanlah jalan masuknya dengan lapar”.
Ma'asyiral muslimin, sidang jama'ah shalat idul fitri yang berbahagia,
Dalam kitab Ihya Uluumiddin, pada pembahasan tentang pengendalian syahwat perut dan syahwat seksual, Imam Ghazali rahimahullah berbicara panjang lebar tentang manfaat berlapar-lapar dan bahaya kenyang.
Menurut Imam Ghazali penyebab terbesar celakanya manusia adalah hawa nafsu perut. Karena hawa nafsu inilah Nabi Adam alaihissalam dan ibunda hawwa dikeluarkan dari surga (negeri penuh kenikmatan) ke bumi (negeri penuh kesengsaraan).
Perut adalah sumber segala nafsu syahwat, sumber segala macam penyakit, sumber segala malapetaka.
Dari nafsu perut maka nafsu seksual semakin menggelora. Dari syahwat perut dan syahwat seksual muncullah kecintaan kepada kemegahan dan harta sebagai sarana pemuas kedua nafsu tersebut, lalu kecintaan kepada kemegahan dan harta menjadikan manusia saling sikut sana sini, saling dengki dan sebagainya.
Dari kedua nafsu tersebut, timbulnya sikap ria, bangga diri, dan sombong. Yang semuanya menyebabkan hati semakin busuk, penyebab permusuhan dan kemarahan. Lalu sifat-sifat tercela diatas menyebabkan manusia semakin durhaka kepada Allah SWT.
Realita ini telah dipraktikkan oleh beberapa"oknum" pejabat tinggi di Tanah Air kita tercinta saat ini. Lihat saja mereka tak pernah cukup dengan fasilitas mewah (halal) yang diberikan. Mereka malah semakin berlomba-lomba memenuhi nafsu perut dan syahwat berahi mereka. Memiliki "istri simpanan" dimana-mana, punya rumah-rumah mewah berserakan, kendaraan-kendaraan mentering tak terhitung, namun semua itu mereka dapati dari cara-cara yang tak halal, Merampok uang rakyak (korupsi), menindas yang lemah, dan perbuatan-perbuatan tak terpuji lainnya. Mereka tak ubahnya seperti binatang-binatang yang tak berakal, malah lebih hina dari binatang-binatang tersebut.
Allahu Akbar (3x), Wa lillahil hamd,
Ma'asyiral mu'minin, sidang jama'ah shalat idul fitri yang dirahmati Allah,
Dalam hadits yang lain, Nabi Muhammad SAW menyampaikan tentang kemampuan puasa dalam mengendalikan nafsu syahwat, ia bersabda:
يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ؛ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
Artinya :“Wahai para pemuda! Barangsiapa yang sudah memiliki kemampuan (untuk menikah), maka menikahlah. Karena hal itu lebih dapat menahan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu (menikah), maka hendaklah dia berpuasa karena hal itu menjadi benteng baginya”. (Muttafaq Alaihi.)
Kata (الوجاء) dalam hadis diatas merupakan kalimat isim (kata benda) yang dalam kamus al-Munawwir diartikan penawar/penekan nafsu syahwat, kata dasar dari kalimat ini adalah وَجَأَ- وَجْأً dalam kamus Lisanul Arab dijelaskan sebagai berikut:
الوَجْءُ اللَّكْزُ ووَجَأَه باليد والسِّكِّينِ
Wija’ artinya memukul atau memotong, memukul atau memotong dengan tangan atau dengan pisau.
Kata Wija’ ini dapat disimpulkan mengandung beberapa makna sebagai berikut:
a) Wija’ dapat diartikan secara sempit sebagai sebuah akibat dari seseorang yang melakukan puasa, yakni dapat menghentikan hawa nafsu.
b) Wija’ dapat diartikan secara luas sebagai sebuah manfaat yang disebabkan oleh seseorang melakukan puasa, seperti dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan tercela, dapat menjadi pelipur lara seseorang yang ingin menikah, dan lain-lain.
Jumratal muslimin rahimakumullah,
Akhirnya, kepada Allah SWT juga kita memohon dan meminta, agar selalu diberikan taufiq dan hidayah-Nya untuk senantiasa menjadi insan yang benar-benar mampu mengendalikan hawa nafsunya, agar hati ini selalu memiliki daya untuk mengajak kita tunduk dan patuh atas aturan-aturan-Nya. Amin yaa Rabbal 'Alamiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
اللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ؛ اللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ؛ اللهُ اَكْبَرُ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ اْلحَمْدُ.
اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ، وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ، اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثيْرًا.
اَمَّا بَعْدُ: فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.
Sidang jama'ah Idul Fitri yang dirahmati Allah,
Perlu diketahui, bahwa puasa hanya mengendalikan nafsu dan syahwat untuk sementara saja, bukan menghilangkan atau memusnahkannya. Sebab nafsu dan syahwat itu adalah bagian dari kelengkapan seorang manusia. Tanpa adanya nafsu dan syahwat, maka tidak bisa dikatakan manusia. Allah SWT telah berfirman tentang hal ini dalam salah satu ayat Al-Qur'an:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ وَٱلۡبَنِينَ وَٱلۡقَنَٰطِيرِ ٱلۡمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلۡفِضَّةِ وَٱلۡخَيۡلِ ٱلۡمُسَوَّمَةِ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ وَٱلۡحَرۡثِۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسۡنُ ٱلۡمََٔابِ ١٤
Artinya: "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada syahwat (apa-apa yang diingini), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)" (Qs. Ali Imran: 14).
Oleh karena nafsu syahwat merupakan sifat tabiat yang ada pada diri manusia, maka tak ada aturan-aturan Allah SWT yang memerintahkan untuk menghilangkannya. Karena jika ada aturan syariat yang memerintahkan untuk menghilangkan tabiat (nafsu syahwat) tersebut maka peraturan itu takkan pernah dapat dipikul (dijalankan), dan menurut diskursus ilmu Ushul Fiqh aturan yang tak dapat dipikul oleh manusia mustahil ada dalam syariat Allah SWT.
Aturan syariat hanya mengiginkan agar nafsu syahwat tersebut dikendalikan menuju kebaikan, disalurkan melalui media halal yang diridhai, bukan media haram yang dibenci.
Seperti syahwat makan dan minum misalnya, Allah SWT mensyari'atkan agar manusia memenuhinya dengan objek-objek yang halal lagi baik, dan tidak berlebih-lebihan.
Syahwat ingin menikah dan berkeluarga juga demikian, Allah SWT mensyariatkan agar manusia menyalurkan nafsu tersebut melalui proses pernikahan, bukan dengan berzina.
Jama'ah shalat Idul Fitri yang berbahagia,
Ramadhan bulan nan suci penuh ampunan baru saja undur diri meninggalkan kita, tahun depan ia pasti akan datang kembali. Namun, yang tak pasti adalah apakah kita akan berjumpa dengannya.
Ramadhan yang baru saja undur diri, meninggalkan pesan dan kesan berharga untuk kita demi menjalani lika-liku kehidupan dunia fana ini.
Ramadhan nan mulia tak sekedar bertamu tanpa maksud dan tujuan, ia datang untuk melatih kita mengendalikan hawa nafsu. Ia datang untuk membukakan pintu-pintu taubat bagi kita, membukakan pintu-pintu ampunan, membukakan pintu-pintu pahala yang berlipat ganda tak terkira.
Ramadhan nan berkah, mengajarkan kepada kita sifat empati kepada sesama, demi kehidupan penuh toleransi dan kedamaian.
Semoga pesan dan kesan Ramadhan ini selalu tertanam dalam diri pribadi kita masing-masing.
Semoga Allah SWT panjangkan umur kita untuk bertemu Ramadhan tahun depan Amiin yaa Rabbal 'Alamiin.
أيّها النّاس، َاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ ۚ وَآخِرُ دَعْوَاهُمْ أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.